Senin, 14 September 2009
Karakter Konsumen Indonesia
Extra Joss sendiri, sekalipun diakui pertumbuhannya sedikit menurun, tampak siap dengan strategi produknya untuk melawan. Buktinya, mereka berani mengambil risiko dengan mengeluarkan Extra Joss LG yang memiliki beberapa varian buah. Langkah yang dianggap beberapa pengamat agak berani. Soalnya, penambahan varian itu bisa menjadikan Extra Joss kelihatan sebagai sari buah ketimbang minuman penambah tenaga.
Mengapa pasar ini masih menarik untuk dijadikan arena perang pemasaran? Besarnya pasar yang mencapai sekitar satu triliun per tahun memang menggiurkan bagi para pemain. Tapi tahukah Anda, bahwa yang membentuk pasar ini demikian besar adalah perilaku konsumen Indonesia yang cenderung short-term perspective?
Orang-orang yang cenderung berpikir jangka pendek memang gemar mencari cara yang instan, mencari produk yang bisa memberi benefit jangka pendek untuk menyelesaikan masalah yang ada di depan mata saja. Termasuk pada kategori minuman penambah tenaga, konsumen merasa bisa memperoleh tambahan tenaga dalam waktu cepat. Sekalipun hasilnya mungkin tidak bertahan lama.
Bukti lain, minuman susu yang mengandung kalsium untuk tulang lebih banyak sukses di kalangan ibu-ibu paruh baya dan manula yang memang mulai menghadapi masalah tulang kropos. Susu untuk tulang tidak begitu sukses di kalangan anak-anak maupun orang muda. Ini disebabkan mereka belum merasakan perlunya susu tersebut.
Apa penyebab perilaku konsumen ini? Faktor budaya pendidikan kita yang memang tidak mendorong siswa-siswanya untuk berpikir long-term. Ketika di sekolah, kita hanya dituntut untuk melihat hal-hal yang bersifat short-term seperti pekerjaan rumah, ulangan, prakarya, dan lain-lain. Kita tidak diajarkan untuk melihat koneksitas itu semua dengan sasaran jangka panjang yang diharapkan. Akibatnya, siswa belajar untuk menghindari penalti dari guru saat itu, bukan untuk meraih reward (penghargaan). Akibatnya lagi, pola pikir kita menjadi instan. Semua dipelajari dengan cara menghafal tanpa diajarkan untuk memahami filosofi di balik hal itu.
Mengandalkan Bajet
Salah satu indikasi besarnya konsumen yang punya pikiran jangka pendek ini adalah maraknya kredit konsumsi. Selain didorong oleh sulitnya cash flow rumah tangga, fenomena ini juga didorong oleh perhitungan yang hanya melihat kebutuhan jangka pendek, yakni mendapatkan barang dengan cara cepat. Memang, sifat berpikir short term ini juga dipacu oleh krisis ekonomi yang dialami Indonesia. Penurunan daya beli membuat konsumen harus berpikir untuk mencari solusi dalam jangka pendek dulu.
Dengan semakin panjangnya krisis ekonomi yang dialami, semakin lama semakin membentuk pikiran untuk mencari yang serba instan. Makanya, produk-produk seperti minuman penambah tenaga, pemutih wajah yang instan, sampai kredit instan bisa bertumbuh subur di masa krisis. Padahal jika dihitung secara teliti, kredit tersebut memiliki bunga yang cukup tinggi, sehingga di akhir periode nilai barang tersebut sudah jauh lebih mahal dibandingkan harga awalnya.
Ini berbeda misalnya dengan produk kredit atau tabungan untuk pendidikan yang masih harus dinikmati oleh konsumen dalam jangka panjang. Meskipun trennya mulai menaik, tetapi jumlahnya masih kecil dibandingkan pertumbuhan kredit konsumsi seperti kartu kredit atau kredit kendaraan bermotor. Artinya, masih banyak konsumen yang memilih memiliki barang dalam waktu dekat dibandingkan menginvestasikan uang untuk sesuatu yang baru bisa dinikmati pada masa mendatang.
Membeli produk berdasarkan bajet juga menjadi ciri konsumen yang berpikiran short-term. Ini sering terjadi di kategori produk konsumsi seperti rokok atau kartu seluler. Sekalipun punya uang yang cukup, namun konsumen rokok banyak yang membeli rokok secara ketengan. Soalnya, banyak konsumen terbiasa membeli berdasarkan bajet. Jika sehari mereka mengeluarkan 1.000 rupiah untuk rokok, misalnya, mereka tidak akan membeli satu bungkus seharga 8.000 rupiah.
Dampak dari kebiasaan berpikir jangka pendek membuat konsumen kita juga cepat lupa. Dalam konteks public relations (PR), banyak pemasar cukup sukses menjalankan PR dengan publisitas yang relatif singkat. Merek seperti Mizone misalnya, sempat terkena dampak dari isu bahan pengawet. Namun tidak sampai setahun, merek ini sudah mengalami recovery. Demikian pula dengan kasus-kasus PR lainnya seperti dialami oleh Garuda Indonesia, Newmont, dan lain-lain.
Pemikiran yang short-term juga membuat produk-produk yang ramah lingkungan sulit dijual di Indonesia. Konsumen Indonesia kurang melihat dampak lingkungan sebagai faktor utama dalam membeli produk. Mereka belum melihat bahwa lingkungan yang kurang baik akan berpengaruh kepada anak-cucu mereka.
Langsung ke Sasaran
Lalu apa yang dilakukan pemasar menghadapi pasar semacam ini? Jika ingin mendapatkan pasar yang lumayan, pemasar harus bisa menawarkan short term benefit, atau keuntungan jangka pendek. Slogan seperti “langsung joss” atau “langsung terasa khasiatnya” adalah bahasa-bahasa yang lebih mudah diterima oleh konsumen Indonesia. Positioning produk yang hanya sekadar mencegah, tidak mudah diterima oleh konsumen Indonesia. Tema mengobati secara langsung barangkali bisa menjadi tema iklan yang lebih tepat.
Keuntungan ini tampaknya juga diperoleh oleh Biskuat. Iklan mereka banyak menampilkan anak yang bisa sekuat macan setelah makan Biskuat. Dengan iklan yang menampilkan khasiat langsung, konsumen lebih bisa menerima Biskuat. Ini berbeda misalnya dengan iklan biskuit Roma yang cenderung menonjolkan tradisi.
Memang, dalam mengemas iklan, para pemasar sebaiknya juga jangan mempergunakan bahasa yang terlalu sulit dicerna. Umumnya, kelompok konsumen short-term perspective ini cenderung sulit mencerna iklan yang membutuhkan pemikiran panjang. Bahasa yang langsung seperti “wes ewes ewes bablas angine” terbukti lebih bisa menarik konsumen untuk mengerti.
Selain itu, dalam menghadapi sifat budget approach, pemasar dapat memakai pendekatan psychological pricing atau harga psikologis. Contohnya harga pulsa 5 rupiah per detik sebenarnya lebih mahal dibandingkan harga pulsa 250 rupiah per menit. Sekalipun terlihat murah, namun jika dikalikan dengan 60 detik maka total harga pulsa yang harus dibayarkan menjadi 300 rupiah per menit.
Konsumen berpikiran short-term juga mudah didekati dengan aktivitas sales promo yang kuat, seperti bagi-bagi hadiah, diskon atau undian langsung. Kelompok ini cenderung sulit didekati dengan model hadiah yang membutuhkan usaha panjang seperti point reward. Untuk jenis promo terakhir ini agaknya lebih pas dipergunakan untuk kelompok menengah-atas seperti pengguna kartu kredit.
Tapi bukan berarti konsumen berpikiran jangka pendek ini tidak menyulitkan Anda. Mereka adalah kelompok yang harus diyakinkan terus untuk bisa memperoleh benefit jangka pendek. Sales promo dalam bentuk hadiah langsung, contohnya, harus dilakukan secara berkala. Jika tidak, mereka akan melakukan perpindahan ke merek lain yang lebih menawarkan benefit jangka pendek yang lebih baik. Siapkah Anda menghadapi konsumen berpikiran pendek ini?
temen kolomberita, coba yuk setiap minggu ini kita diskusikan karakter-karakter unik konsumen Indonesia. Nah ini saya admin kolom berita, mulai dengan karakter pertama, monggo ditambahkan di comment post ini..
Perilaku 1: Short-Term Perspective
Mencari yang Serba Instan
Kalau Anda menganggap bahwa konsumen kita punya pikiran panjang, Anda salah besar! Ternyata sebagian besar konsumen Indonesia hanya berpikir jangka pendek dan sulit diajak berpikir jangka panjang. Apa yang bisa dijalankan para pemasar menghadapi perilaku seperti ini?
Benarkah masa kejayaan minuman penambah tenaga bakal surut tahun ini? Menurut pengamatan Majalah MARKETING, pasar produk ini kelihatannya memang mulai menurun. Persaingan yang semakin ketat membuat produk ini mengalami kejenuhan. Kendati demikian, toh, para pemainnya masih optimis bahwa kategori produk ini bakal terus berjaya di tahun-tahun mendatang. Tempo Scan Pacific (TSP) dengan Hemaviton Jreng dan Sido Muncul (SM) dengan Kuku Bima Energi misalnya, termasuk perusahaan yang serius menggarap pasar ini dengan terus menggerogoti pasar Extra Joss.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar